BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Karkas sapi adalah tubuh sapi sehat
yang telah disembelih, utuh atau dibelah
membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah
dikuliti, isi perut dikeluarkan
tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi
jantan atau ambing sapi
betina yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau
tanpa ekor.
Kualitas karkas adalah nilai karkas
yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu kondisi pemasaran.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur,
pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stres.
Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi
listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotik, metode penyimpanan dan preservasi,
macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.
Pengetahuan tentang kualitas karkas
dan bagian potongan-potongan karkas sangat penting, tentunya didalam proses
pemasaran dan konsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu disusunlah makalah
ini untuk mengetahui bagaimana kualitas karkas yang baik serta bagian-bagian
tubuh sapi mana saja yang termasuk didalam karkas.
B. Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui:
- pengertian dan bagian karkas sapi;
- klasifikasi dan persyaratan karkas sapi;
- penilaian kualitas karkas sapi;
- faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas karkas pada sapi.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian
Karkas Sapi
Karkas
sapi adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur
sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat
kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina
yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.
Kepala
dipotong diantara tulang ocipital (os occipitale) dengan tulang
tengkuk pertamam (atlas). Kaki depan
dipotong diantara carpus dan metacarpus; kaki belakang dipotong diantara tarsus dan metatarsus.
Jika diperlukan untuk
memisahkan ekor, maka paling banyak
dua ruas tulang belakang coccygeal
(caudalis) terikut
karkas (SNI, 1995).
B. Klasifikasi dan Persyaratan Karkas Sapi
Karkas
sapi dalam standar ini digolongkan kedalam 3 (tiga) jenis mutu, yaitu Mutu I, Mutu II dan Mutu III.
Persyaratan karkas sapi yaitu tanpa bahan pengawet dan bahan tambahan, serta
memenuhi syarat mutu sebagaimana dalam tabel berikut.
Tabel 1. Syarat Mutu Karkas Sapi.
|
No
|
Karakteristik
|
Syarat Mutu
|
||
|
Mutu I
|
Mutu II
|
Mutu III
|
||
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
1
|
Penampakan
|
Agak lembab
|
Agak kering
|
Kering
|
|
2
|
Tekstur
|
Lembut dan kosmpak
|
Agak keras dan kurang kompak
|
Keras dan tidak kompak
|
|
3
|
Warna
|
Merah khas daging
|
Merah khas daging dan agak heterogen
|
Merah khas daging dan heterogen
|
|
4
|
Lemak Panggul
|
Tebal
|
Agak tipis
|
Tipis
|
|
5
|
Umur
|
Muda/dewasa
|
Muda/dewasa
|
Muda/dewasa
|
|
6
|
Salmonela
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
|
7
|
E. Coli
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Sumber: SNI 01 - 3932 – 1995.
C. Pengawasan Mutu dan Analisis
Penandaan
dan pengawasan mutu dilakukan tehadap setiap karkas sapi
secara individual pada saat
pemeriksaan post mortem, oleh Petugas yang
berwenang. Pengambilan contoh
dan analisis dilakukan dengan cara mengambil secara acak dari setiap partai
karkas dengan berpedoman pada tabel berikut.
Tabel 2. Pengambilan Contoh
Karkas Sapi.
|
Jumlah Karkas
|
Jumlah Contoh
|
|
< 50
|
2
|
|
50—100
|
3
|
|
101—250
|
4
|
|
251—500
|
6
|
|
501—1000
|
8
|
Sumber: SNI 01 - 3932 – 1995.
Analisis daging meliputi penampakan, tekstur, warna
dan umur dilakukan secara visual serta tebal lemak panggul ditentukan dengan
metoda Yeates. Pengukuran
tebal lenak subkutan merupakan angka rata-rata 2
lokasi pengukuran pada lokasi X dan lokasi Y pada penampang melintang irisan
yang dibuat untuk memisahkan seperempat depan dengan seperempat belakang
karkas, yaitu pada daerah antara rusuk ke -10 dan ke -11. Tebal lemak subkutan X ialah lokasi yang
merupakan jarak terdekat garis lateral lingkaran otot longissimus dorsi dengan
permukaan lemak subkutan. Pengukuran
tebal lemak subkutan Y ialah lokasi yang merupakan jarak tegak lurus permukaan
lemak subkutan dengan garis atau otot trapezius. Tingkat ketebalan lemak subkutan merupakan
indikasi status gizi ternak pada umur yang sama. Penentuan umur berdasarkan tabel berikut ini.
Tabel 3. Penentuan Umur.
|
Sifat-sifat Kerangka
|
Umur Kronologis
|
|
Ruas-ruas tulang belakang sacral berwarna
keabu-abuan dan sudah merupakan satu kesatuan. Tulang rawan bagian
akhir lumbar sudah mengalami penulangan tetapi masih dapat dibedakan dengan
ruas-ruas tulang belakang. Separuh tulang rawan osterior thoracic
mengalami penulangan; seperempat tulang rawan tulang rawan antherior
thoracic mengalami penulangan. Tulang rusuk lebar dan pipih.
|
Muda
|
|
Ruas-ruas tulang belakang sacral berwarna
keabu-abuan dan merupakan satu kesatuan. Tulang rawan bagian akhir
lumbar telah sempurna mengalami penulangan, berwarna keabu-abuan.
Sebagian besar tulang rawan
posterior thoracic mengalami penulangan. Tulang
rusuk lebar dan pipih.
|
Dewasa
|
|
Penulangan lebih sempurna lagi dibandingkan karkas
kelompok umur 5 tahun.
|
Tua
|
Sumber: SNI 01 - 3932 – 1995.
Salmonella dan E. Coli ditentukan
berdasarkan pengujian dengan metoda yang cepat, sesuai dengan
peraturan kesehatan masyarakat veteriner yang berlaku.
D. Penilaian Karkas
Evaluasi terhadap kualitas dan
kesehatan daging dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian
secara subjektif meliputi penilaian terhadap warna, bau, keempukan dan cita
rasa, sedangkan penilaian objektif dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat
laboratoris atau dengan standar perbandingan penilaian objektif meliputi
penilaian terhadap pH, kepualaman dan komposisi kimia daging. Kualitas daging
yang baik dengan kesehatan daging yang memadai dan boleh beredar di masyarakat
sebaiknya mempunyai keasaman antara 5,3 – 5,8, tidak terdapat tenunan pengikat, kepualamannya bernilai 3, beban kuman
maksimum 0,5 juta/gr, sedangkan untuk coliform maksimum 100/gr daging.
(Arka, 1994).
Persentase recahan karkas
dihitung sebagai berikut:
Persentase recahan karkas =
Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang
dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan
disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan
bagian lain yang tidak dapat dimakan) (Sumiyati, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
persentase karkas adalah konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang
gemuk, persentase karkasnya tinggi dan umumnya berbentuk tebal seperti balok.
Ternak yang langsing, badan panjang, leher panjang dan berbentuk segitiga
seperti sapi perah, persentase karkasnya rendah. Faktor lain yang mempengaruhi
persentase karkas adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan
ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah.
Kulit yang besar dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase
karkas (Sumiyati, 2010).
Kualitas karkas dan daging
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon,
antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi
listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot
daging (Sumiyati,
2010).
Faktor kualitas daging yang
dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma
termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging (juiciness). Disamping
itu, lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel
daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan pH
daging, ikut menentukan kualitas daging (Sumiyati, 2010).
Daging dari karkas mempunyai
beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round)
kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih
kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib)
kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih
kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor
enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah
daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate &
suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank)
lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas
dihitung dari berat karkas (100%) (Puspitasari, 2010).
Bagian-bagian karkas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Bagian-bagian Karkas
Sapi.
Pada daging merah yang lemak visualnya sudah dibuang,
kandungan lemaknya masih tetap bervariasi tergantung pada kandungan lemak
marbling didalam daging. Daging dengan lemak marbling yang lebih besar otomatis
akan lebih tinggi kandungan lemaknya (Puspitasari, 2010).
Marbling adalah istilah populer untuk lemak
intramuskuler, yakni lemak yang secara visual terlihat sebagai butiran lemak
putih yang tersebar diantara serat-serat daging. Jika lemak sub-kutan dan lemak
yang terletak antar otot daging bisa dibuang, maka lemak marbling tidak.
Sehingga, untuk memilih daging yang berlemak rendah, maka pilihlah daging yang
lemak marblingnya sedikit (Puspitasari, 2010). Penampakan lemak
marbling pada daging sapi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Penampakan marbling daging sapi
(US Meat Export Federation).
Tabel untuk pedoman melakukan pemberian skor kegemukan
karkas (carcass fatness) seperti disajikan pada Tabel 4.
(Puspitasari, 2010).
Tabel 4. Pedomaan Skor Kegemukan Karkas.
|
Skor Lemak
|
Deskripsi
|
Pengukuran tebal lemak punggung antara rusuk 9 dan
10 (mm)
|
|
1
|
Vey lean (amat ramping))
|
1 atau kurang
|
|
2
|
Lean (ramping)
|
2 sampai 4
|
|
3
|
Medium (menengah)
|
5 sampai 7
|
|
4
|
Fat (gemuk)
|
8 sampai 11
|
|
5
|
Very Fat (sangat gemuk)
|
12 atau lebih
|
Sumber : Puspitasari (2010).
Konformasi Butt Shape adalah keselarasan bentuk paha dengan konformasi
karkas secara keseluruhan, yang
menyangkut kerangka, perototan dan
perlemakan. Skor shape
digunakan pada banyak sistem deskripsi karkas sapi
potong di seluruh dunia. Skor
shape A, B dan C mempunyai harga daging yang lebih mahal daripada skor D dan E.
Sebagai Ilustrasi, standar skor butt shape menurut Aus-meat (1995) dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Standar
penilaian konformasi butt shape.
Pada studi
pertumbuhan karkas, Taylor et al. (1996) menemukan bahwa
butt shape erat hubungannya dengan lemak dibandingkan otot. Studi tersebut
menggunakan karkas yang berat (heavyweight)
dan lemak penutup karkas dalam
kisaran yang luas. Johnson et
al. (1991) menyatakan bahwa karkas secara
kuantitaif cenderung lebih baik jika
kisaran berat karkas diperluas, sedangkan
Priyanto (1993) menemukan bahwa
perbedaan tipe kedewasaan berhubungan
dengan genotif pada karkas yang
ringan (lightweight) dan berlemak.
Hasil penelitian Priyanto (1993)
menunjukkan bahwa lemak subkutan
memainkan peranan penting dalam
penentuan butt shape. Menurut Johnson et al.
(1996) pada masa yang akan datang
lemak subkutan penting dalam meningkatkan
bentuk morfologi sapi. Proporsi
total lemak yang di deposit di bawah kulit akan merefleksikan secara langsung
kuantitas seleksi sifat-sifat sapi potong. Field (1966) mencatat bahwa
lemak subkutan adalah jaringan tubuh yang ditempatkan dengan baik untuk
meningkatkan bentuk luar. Johnson et al. (1996) menyatakan bahwa
hasil yang baik sebagai gambaran image analysis dalam pengujian karkas
memungkinkan kebebasan terhadap koreksi lemak subkutan.
Bobot Karkas. Bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam
sistem evaluasi karkas. Sebagai indikator, karkas bukanlah merupakan prediktor
produktivitas karkas yang baik karena adanya variasi tipe bangsa, nutrisi dan
jenis pertumbuhan jaringan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi
(Johnson dan Priyanto, 1991). Untuk memperkecil sumber keragaman tersebut
bobot karkas perlu dikombinasikan dengan variabel lain seperti tebal lemak
subkutan dan luas urat daging mata rusuk (loin eye area) dalam
memprediksi bobot komponen karkas dan hasil daging (Priyanto et al.,
1993).
Pengaruh bobot karkas menjadi nyata
apabila dikombinasikan dengan lemak subkutan dalam memprediksi persentase
daging dengan tingkat akurasi yang relatif tinggi.
Tebal Lemak Punggung (Subkutan). Tebal lemak punggung adalah tebal lemak subkutan yang diukur antara
rusuk 12 dan 13 di atas urat daging mata rusuk pada posisi tiga per empat
panjang irisan melintang urat daging mata rusuk. Lemak subcutan
berfungsi sebagai pelindung karkas dari proses pendinginan dan akan
mempengaruhi kualitas daging. Tebal lemak subcutan pada rusuk 12 dan 13
menunjukkan hubungan yang sangat kuat dengan persentase lemak karkas dan
persentase daging (Johnson dan D.G. Taylor, 1993).
Tebal lemak penutup karkas, merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan perlemakan karkas
(Priyanto et al., 1997). Johnson dan Priyanto (1991) melaporkan bahwa
pada kisaran bobot karkas 153—267 kg, tebal lemak subkutan di daerah rump
merupakan indikator yang baik dalam mengetahui perlemakan dan perototan karkas
dengan tingkat akurasi yang tinggi. Banyaknya lemak subkutan yang
menutupi karkas merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas, dengan
mengukur ketebalan lemak punggung.
Luas Urat Daging Mata Rusuk. Daging tanpa lemak (lean) merupakan komponen karkas terbesar dan
bernilai tinggi baik ditinjau dari segi nutrisi maupun ekonomi. Luas
daerah mata rusuk (udamaru) merupakan indikator perdagingan yang umum
digunakan. Namun demikian, luas urat daging mata rusuk tidak dapat digunakan
sebagai indikator tunggal dalam menduga produksi daging, melainkan hanya
sebagai prediktor pelengkap (Johnson et al., 1993). Luas urat daging
mata rusuk dipengaruhi oleh bobot hidup dan berkorelasi positif dengan bobot
karkas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bangsa sapi
(Hafid, H.H., dan R. Priyanto, 2006).
Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan
Jantung. Lemak pada sapi cenderung lebih banyak disimpan pada
ginjal dan bagian rongga pelvis. Banyaknya lemak ini bervariasi antara spesies
dan merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas. Perlemakan
yang berlebihan akan menurunkan proporsi daging yang dihasilkan. Lemak sapi
cenderung lebih banyak disimpan pada ginjal dan bagian pelvis. Banyaknya
lemak pelvis, ginjal dan jantung merupakan faktor penting dalam menentukan
nilai karkas. Persentase lemak sapi akan bertambah selama terjadi pertumbuhan (Hafid,
H.H., dan R. Priyanto, 2006)
Pengaruh Bangsa Sapi. Produksi karkas sangat dipengaruhi oleh bangsa sapi yang dipotong.
Menurut Yosita et al. (2010), perbedaan bangsa sapi menghasilkan
karakteristik karkas yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan antara jenis bangsa PO, Bali dan ACC, yaitu sebagai
berikut.
Tabel 5. Rataan Bobot Potong,
Bobot Karkas, Panjang Karkas, Persentase Karkas, dan Tebal
Lemak Punggung dan Indeks Perdagingan Sapi Bali, PO dan ACC
|
Variabel Respon
|
Bangsa Sapi
|
||
|
Bali
|
PO
|
ACC
|
|
|
Bobot Potong (kg)
|
344,60
|
343,40
|
381,33
|
|
Bobot Karkas (kg)
|
183,47
|
161,27
|
193,67
|
|
Panjang Karkas (cm)
|
125,00
|
123,53
|
120,07
|
|
Persentase Karkas (%)
|
53,26
|
46,96
|
51,27
|
|
Tebal Lemak Punggung (mm)
|
8,40
|
6,03
|
9,53
|
|
Indeks Perdagingan
|
1,47
|
1,31
|
1,61
|
Sumber: Yosita et al.
(2010).
Pengaruh Jenis Kelamin
Faktor lain yang sangat mempengaruhi
persentase karkas sapi adalah jenis kelamin, sebagaimana menurut Saka et al.
(2011), pada sapi-sapi jantan amat nyata (P<0,01) atau amat sangat
nyata (P<0,001) mempunyai berat karkas segar (BKS), FI, dan luas UDMR yang
lebih tinggi daripada sapi-sapi betina. Tetapi, sapi jantan amat nyata
atau amat sangat nyata mempunyai tebal lemak punggung, skor warna lemak dan
kegemukan karkas lebih kecil dibandingkan sapi-sapi betina; sedangkan untuk
peubah panjang karkas, skor warna daging dan nilai pHU tidak berbeda nyata
antara sapi-sapi dari kedua jenis kelamin tersebut. Persentase
karkas amat sangat nyata (P<0,001) 16,4 % lebih berat dari pada sapi-sapi
betina. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Efek Jenis Kelamin Terhadap
Karakteristik Karkas Sapi Bali.
|
No
|
Jumlah Sapi dan
Karakteristik Karkas
|
Jenis Kelamin
|
Simpangan Baku (SE)
|
Signifikasi
|
|
|
Jantan
|
Betina
|
||||
|
1
|
Jumlah Sapi (ekor)
|
170
|
49
|
-
|
-
|
|
2
|
Berat Karkas Segar (kg)
|
170,2a
|
146,2b
|
6,166
|
P<0,001
|
|
3
|
Panjang Karkas (cm)
|
117,6 a
|
116,0a
|
1,317
|
P<0,05
|
|
4
|
Fleshing Indeks (kg/cm)
|
1,55a
|
1,2b
|
0,041
|
P<0,001
|
|
5
|
Luas UDMR (cm2)
|
62,2a
|
55,6b
|
2,242
|
P<0,01
|
|
6
|
Tebal Lemak Punggung (mm)
|
10,7a
|
14,7b
|
1,023
|
P<0,001
|
|
7
|
Skor Kegemukan Karkas
|
2,4a
|
2,8b
|
0,127
|
P<0,01
|
|
8
|
Skor Warna Lemak
|
2,8a
|
3,9b
|
0,156
|
P<0,001
|
|
9
|
Skor Warna Daging
|
4,1a
|
4,1a
|
0,174
|
P<0,05
|
|
10
|
Nilai pH Daging
|
5,53a
|
5,5a
|
0,030
|
P<0,05
|
Sumber: Saka et al.
(2011).
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
makalah ini adalah:
1. Karkas
sapi adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur
sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa
kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina
yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.
2. Kualitas
mutu dan klasifikasi karkas sapi diatur oleh SNI 01-3932-1995,yang meliputi
syarat mutu, pengawasan, pengambilan sampel analisis dan penentuan umur.
3. Evaluasi terhadap kualitas dan kesehatan daging dapat dilakukan secara
subjektif dan objektif. Penilaian secara subjektif meliputi penilaian
terhadap warna, bau, keempukan dan cita rasa, sedangkan penilaian objektif
dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratoris atau dengan standar
perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, kepualaman dan
komposisi kimia daging.
4. Faktor-faktor
yang menentukan produksi dan kualitas karkas diantaranya adalah marbling, konformasi Butt Shape, tebal lemak punggung dan
penutup, luas urat daging mata rusuk, persentase lemak ginjal, pelvis dan
jantung, pengaruh umur, jenis kelmin dan bangsa sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Arka, 1994.
Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas Udayana. Denpasar.
Aus-meat. 1995. Aus-Meat for
Indonesia Workshop. Work Book No.1. Australian Meat and Livestock Corporation,
Perth, Western Australia.
Field, R.A. & C.O. Schoonover.
1967. Equation for comparing longissimus dorsi areas in bulls of different
weights. J. Anim. Sci. 26:709-712.
Hafid, H.H., dan R. Priyanto.
2006. Pengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman
Cross pada Beberapa Klasifikasi Jenis Kelamin. Jurusan Produksi Ternak Faperta
Universitas Haluoleo.
Johnson & D.G. Taylor. 1993.
Prediction of carcass composition in heavy-weight grass-fed and grain-fed beef
cattle. Anim. Prod. 57:65-72.
Ngadiyono, N. 1995.
Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba, Ongole, Brahman
Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada
berbagai bobot potong. Disertasi. ProgramPascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Preston, T.R. & M.B. Willis.
1982. Intensif Beef Production. The Second Ed. Pergamon Press, Oxford-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.
Puspitasari, I. 2010. Kualitas
Karkas Dan Daging Berdasarkan Lemak Intramuskular/Marbling. Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Saka, I.K., I.B. Mantra, I N.
Ariana, A.A. Oka, N.L. P. Sriyani, dan S. Putra. 2011. Karakteristik Karkas
Sapi Bali Betina Dan Jantan Yang Dipotong di Rumah Potong Umum
Pesanggaran, Denpasar. Fakultas Peternakan,Universitas Udayana. Bali.
Standarisasi Nasional
Indonesia. 01-3932-1995. Karkas Sapi.
Sumiyati, M. 2010. Kualitas Karkas dan Daging.
Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Taylor, D.G., E.R. Johnson & R.
Priyanto. 1997. The accuracy of rump P8 fat thickness and twelth rib fat
thickness in predicting beef carcass fat content in three breed types.
In:Proceedings of the Australian Society of Animal Production. The University
of Quensland, Brisbane. Pp 193-195.
Yosita, M., U. Santosa, dan
E. Y.Setyowati, 2010. Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung Dan Indeks
Perdagingan Sapi Bali, Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross.
Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Sumedang.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar